General

Dedi Mulyadi Dipolisikan karena Kirim Anak-Anak ke Barak Militer

5Blogger – Adhel Setiawan, wali murid asal Bekasi, melaporkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ke Bareskrim Polri pada Kamis, 5 Juni 2025. Ia didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum Pendidikan Indonesia (LBH PI) dalam pelaporan ini.

Laporan tersebut berkaitan dengan program Dedi Mulyadi yang mengirimkan anak-anak yang dianggap nakal ke barak militer. Direktur Eksekutif LBH PI, Rezekinta Sofrizal, menyebut laporan sudah diterima dalam bentuk pengaduan masyarakat (dumas), meskipun belum ditingkatkan menjadi laporan polisi (LP).

Kontroversi Program Barak Militer

Kebijakan yang mulai diterapkan sejak 1 Mei 2025 ini menyasar siswa dengan perilaku menyimpang, seperti tawuran, merokok, mabuk, atau penggunaan knalpot brong. Dedi menyebut program ini sebagai bentuk pendidikan karakter yang bertujuan membentuk kedisiplinan dan tanggung jawab.

“Baca Juga: Mengenal Taco, Makanan Ikonik dari Meksiko”

Namun, LBH PI menilai kebijakan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Mereka menyebut Dedi Mulyadi telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai gubernur dengan mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan prinsip pendidikan nasional. Penempatan siswa di lingkungan militer juga dinilai tidak memiliki pendekatan psikologis yang memadai.

Dinilai Bertentangan dengan UU Pendidikan dan Perlindungan Anak

Merujuk pada Pasal 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), pendidikan harus membentuk watak dan peradaban bangsa secara bermartabat. Menurut LBH PI, pembinaan singkat di barak militer dengan metode tak teruji tidak sejalan dengan tujuan tersebut.

“Alih-alih membina, program ini mencerminkan inferioritas sipil terhadap militer,” ujar Rezekinta.

Dugaan Pelanggaran dan Ancaman Hukum

Adhel dan LBH PI menuding Dedi telah melanggar sejumlah pasal dalam UU Perlindungan Anak, termasuk Pasal 59 ayat (2) huruf n dan Pasal 76C jo Pasal 80. Ancaman hukuman dalam pasal-pasal tersebut mencakup pidana penjara hingga lima tahun dan denda hingga ratusan juta rupiah.

Mereka berharap laporan ini menjadi perhatian serius bagi aparat penegak hukum dan mendorong evaluasi terhadap pendekatan pendidikan berbasis kekerasan terselubung. Masyarakat pun diimbau lebih kritis terhadap program-program pemerintah yang melibatkan anak di bawah umur. Hal ini terutama jika tanpa landasan hukum yang jelas.

“Simak Juga: Saat Hidup Terasa Hampa, Cara Temukan Kembali Makna Hidup”