5Blogger – Pemblokiran TikTok di Amerika Serikat kembali menjadi sorotan setelah Presiden Trump mengumumkan keputusan penting terkait aplikasi tersebut. Trump menandatangani perintah eksekutif yang memperpanjang tenggat waktu pemblokiran TikTok selama 75 hari. Keputusan ini disampaikan melalui unggahan di platform media sosialnya, Truth Social, hanya satu hari sebelum pemblokiran TikTok di AS resmi diberlakukan.
Dalam pengumumannya, Trump menyatakan bahwa pemerintahannya telah bekerja keras untuk menyelamatkan TikTok, dan kemajuan signifikan telah tercapai. Meski begitu, kesepakatan terkait TikTok masih memerlukan proses persetujuan lebih lanjut, sehingga perlu adanya perpanjangan waktu. “Pemerintahan saya telah bekerja sangat keras untuk menyelamatkan TikTok, dan kami telah membuat kemajuan yang luar biasa. Kesepakatan ini masih memerlukan beberapa proses persetujuan, itulah mengapa saya menandatangani Perintah Eksekutif agar TikTok tetap berjalan selama tambahan 75 hari,” ujar Trump.
“Simak Juga: Jatuh Cinta Bikin Anda Sehat, Ungkap Sebuah Studi”
Pengumuman ini sebenarnya bukan yang pertama kalinya. Sebelumnya, Trump telah memperpanjang tenggat waktu pelarangan TikTok pada Januari lalu. Sesuai dengan undang-undang yang ditandatangani oleh mantan Presiden Joe Biden, ByteDance, perusahaan induk TikTok, seharusnya telah menjual operasi TikTok di AS paling lambat 19 Januari. Namun, dalam langkah pertama setelah menjabat, Trump memberikan tambahan waktu 75 hari bagi perusahaan tersebut. Sebelumnya, TikTok sempat mengalami pemblokiran, tidak bisa diakses, serta dihapus dari toko aplikasi Apple dan Google. Namun akhirnya kembali tersedia setelah kesepakatan sementara tercapai.
Dalam upaya untuk menyelesaikan permasalahan ini, Trump dilaporkan telah meninjau proposal dari konsorsium investor AS, termasuk Oracle, Blackstone, dan Andreessen Horowitz. Proposal ini dianggap sebagai kandidat terkuat dalam upaya akuisisi TikTok. Selain itu, beberapa perusahaan besar lainnya juga tertarik, seperti Amazon, Walmart, dan AppLovin, serta konsorsium Project Liberty milik miliarder Frank McCourt.
Namun, proses ini tidak sederhana. Pemerintah Tiongkok harus memberikan persetujuan terhadap setiap kesepakatan yang tercapai. Sementara itu, ByteDance hingga saat ini belum menunjukkan minat untuk menjual TikTok atau mengurangi kepemilikan mereka atas platform tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam undang-undang pelarangan TikTok yang diusulkan oleh pemerintah AS.
Masalah TikTok ini bukan hanya masalah antara AS dan perusahaan China. Namun, juga menggambarkan ketegangan geopolitik yang lebih luas, khususnya dalam hal kontrol data dan privasi. TikTok, yang memiliki lebih dari 100 juta pengguna di AS, telah menjadi pusat perhatian dalam perdebatan mengenai pengaruh asing dan potensi ancaman keamanan yang dapat timbul dari aplikasi yang dimiliki oleh perusahaan yang berbasis di China. Di sisi lain, TikTok telah berulang kali membantah klaim bahwa data penggunanya disalahgunakan untuk kepentingan pemerintah China.
Ke depan, ketegangan ini diperkirakan akan terus berlanjut, dengan kesepakatan dan kebijakan yang harus mengakomodasi berbagai kepentingan, baik dari sisi ekonomi, keamanan, maupun geopolitik. Bagaimanapun juga, perkembangan terkait TikTok ini masih akan menjadi perhatian dunia dalam beberapa bulan mendatang.
“Baca Juga: Mario Aji, Pembalap Indonesia Cetak Sejarah Baru di Amerika”
This website uses cookies.