5Blogger – Biaya klaim berobat kini tidak sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan asuransi, menyusul aturan baru yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Melalui Surat Edaran OJK (SEOJK) No. 7/SEOJK.05/2025 yang dirilis pada 19 Mei 2025, OJK mewajibkan peserta asuransi membayar sebagian dari total klaim pengobatan. Kebijakan ini mengubah skema penyelenggaraan asuransi kesehatan di Indonesia dan akan mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2026.
Langkah ini merupakan bagian dari reformasi sektor asuransi kesehatan nasional dan dijalankan sesuai amanat Peraturan OJK Nomor 36 Tahun 2024.
Salah satu poin utama dalam aturan ini adalah penerapan skema co-payment. Di mana setiap peserta asuransi wajib menanggung minimal 10 persen dari total biaya klaim berobat. Tujuannya adalah menciptakan pembagian risiko yang lebih seimbang antara perusahaan asuransi dan peserta.
“Baca Juga: Matcha Langka, Permintaan Melejit! Apa yang Sebenarnya Terjadi?”
Meski demikian, OJK menetapkan batas maksimum co-payment per klaim, yaitu:
Skema ini hanya berlaku untuk produk asuransi kesehatan dengan prinsip ganti rugi (indemnity) dan pelayanan kesehatan terkelola (managed care) tingkat lanjutan. Produk asuransi mikro dikecualikan dari aturan ini karena menyasar masyarakat berpenghasilan rendah.
Menurut Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, aturan ini muncul sebagai respons terhadap kenaikan biaya kesehatan dan inflasi medis yang terus melampaui inflasi umum.
“Jika tidak dikendalikan, hal ini bisa membebani skema asuransi komersial maupun jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan,” ujar Ogi dalam konferensi pers pada 2 Juni 2025.
Aturan ini juga mewajibkan setiap perusahaan asuransi, baik konvensional maupun syariah, membentuk Dewan Penasihat Medis (DPM) yang terdiri dari dokter spesialis. DPM bertugas memberikan masukan terkait:
Selain itu, untuk produk asuransi individu, perusahaan disarankan menerapkan wajib medical check-up (MCU) berdasarkan usia, kuesioner kesehatan, serta kebijakan masing-masing perusahaan. Hal ini untuk memastikan kesesuaian data medis dan mencegah risiko klaim yang tidak tepat.
OJK juga memberikan kewenangan kepada perusahaan asuransi untuk melakukan penyesuaian premi (repricing) saat perpanjangan polis. Penyesuaian ini dilakukan berdasarkan riwayat klaim peserta sebelumnya. Kebijakan ini diharapkan mendorong peserta menjaga gaya hidup sehat agar premi tidak meningkat di masa mendatang.
Sebagai bagian dari transformasi industri, OJK juga menekankan pentingnya digitalisasi data kesehatan. Teknologi dinilai akan mempercepat proses klaim, mempermudah pengelolaan data peserta, serta meningkatkan efisiensi dan kontrol terhadap biaya layanan.
“OJK mendorong pengelolaan risiko yang lebih baik melalui integrasi digital, untuk efektivitas layanan medis dan kontrol biaya,” tutup Ogi.
“Simak Juga: Makan Daging Kambing saat Idul Adha? Perhatikan Takarannya!”
This website uses cookies.