5Blogger – Generasi Z (Gen Z), yang lahir antara 1997 hingga 2012, kini mulai mendominasi angkatan kerja global di berbagai sektor. Namun, kehadiran mereka memunculkan tantangan baru bagi banyak perusahaan. Studi terbaru dari perusahaan AS, Intelligent, mengungkap bahwa 75% perusahaan di Amerika Serikat merasa tidak puas dengan karyawan Gen Z terbaru mereka.
Enam dari sepuluh perusahaan bahkan mengaku telah memecat karyawan Gen Z karena sejumlah alasan, seperti kebiasaan pulang cepat, datang terlambat, permintaan gaji tinggi, hingga buruknya kemampuan komunikasi. Namun, narasi ini dipertanyakan oleh sejumlah pihak yang menilai bahwa sudut pandang tersebut kurang adil.
“Baca Juga: RS Indonesia di Gaza Kolaps Karena Serangan Brutal Israel”
Milly Rose Bannister, pendiri lembaga kesehatan mental ALLKND, yang juga seorang Gen Z, menyebut bahwa banyak anak muda justru memilih meninggalkan lingkungan kerja yang dianggap kuno dan tidak fleksibel.
“Bagi Gen Z, sukses tak harus berarti kelelahan. Jika pekerjaan tidak bermakna atau tidak memberi ruang berkembang, mereka akan mencari atau menciptakan yang lebih baik,” ujar Bannister.
Menurutnya, banyak perusahaan masih berpegang pada aturan lama yang fokus pada kehadiran fisik dan jam kerja, bukan pada hasil. Sementara Genenerasi Z justru tampil lebih unggul saat diberi tujuan jelas, fleksibilitas, dan kepercayaan.
Pendekatan seperti micromanagement, budaya kantor yang kaku, hingga peraturan tanpa alasan logis justru menjauhkan Gen Z. Bannister menilai bahwa generasi ini tumbuh dengan akses informasi yang luas, sehingga mereka merespons lebih baik terhadap sistem kerja yang modern dan transparan.
Jacqui Gueye, direktur program di Torrens University Language Centre, menilai bahwa Gen Z sering disalahpahami. Mereka memprioritaskan keseimbangan hidup dan kesehatan mental, hal yang kerap dilihat sebagai kurangnya komitmen.
“Kalau tugas selesai dalam empat jam, kenapa harus duduk delapan jam?” katanya.
Gueye juga mencatat bahwa Gen Z lebih suka komunikasi singkat lewat chat atau pesan instan dibanding email formal. Hal ini yang oleh generasi lebih tua sering dianggap tidak sopan atau tidak profesional.
Untuk melibatkan Generasi Z secara optimal, organisasi perlu menetapkan ekspektasi yang jelas sejak awal, termasuk jam kerja, tenggat, dan tujuan. Pendekatan personal seperti coaching dan mentoring juga jauh lebih efektif dibanding gaya manajemen tradisional.
Dengan pola pikir inovatif dan kemampuan digital yang tinggi, Generasi Z sebenarnya bisa menjadi aset berharga, terutama dalam strategi media sosial, efisiensi kerja, dan solusi kreatif di tempat kerja modern.
“Simak Juga: Pentingnya ODHA Mengonsumsi ARV Secara Rutin”
This website uses cookies.