5Blogger – Korea Utara (Korut) masih dilanda krisis ekonomi yang semakin parah akibat berbagai tekanan internal dan eksternal yang berkepanjangan. Di bawah kepemimpinan Kim Jong Un, inflasi melonjak begitu tinggi hingga uang dalam jumlah besar hanya cukup untuk membeli kebutuhan pokok. Situasi ini menggambarkan betapa dalamnya masalah ekonomi yang dihadapi Korea Utara, negara tertutup tersebut.
Mengutip Radio Free Asia pada Mei 2025, lonjakan harga telah membuat warga mengeluh. Beberapa dari mereka bahkan menyebut harus membawa ransel penuh uang tunai hanya untuk bisa berbelanja bahan makanan dasar.
Selama dua tahun terakhir, harga telur, gula, daging babi, beras, dan minyak goreng meningkat drastis, antara dua hingga lima kali lipat. Menurut sumber lokal, lonjakan ini terutama disebabkan oleh kekurangan pasokan serta depresiasi won Korea Utara terhadap yuan Tiongkok dan dolar AS.
“Baca Juga: Bill Gates Tiba di Istana, Disambut Langsung oleh Prabowo”
“Harga pasar telah melonjak setidaknya dua kali lipat, dan dalam beberapa kasus lebih dari lima kali lipat,” ujar seorang warga provinsi Yanggang yang tak mau disebutkan namanya demi alasan keamanan.
Tanpa adanya data resmi inflasi, perubahan harga produk tertentu menjadi indikator nyata. Satu kilogram minyak bunga matahari kini dihargai 75.000 won, naik hampir tiga kali lipat dalam dua tahun. Gula mencapai 40.000 won per kilogram, naik empat kali lipat, dan daging babi melonjak ke 87.000 won per kilogram, atau lebih dari tiga kali lipat.
Karena uang kertas 1.000 won yang paling umum digunakan, membeli satu kilogram gula membutuhkan 40 lembar. Jika menggunakan pecahan yang lebih kecil, jumlah uang yang dibawa akan jauh lebih banyak.
“Sekarang, orang-orang benar-benar membawa ransel berisi uang tunai ke pasar,” ujar warga tersebut.
Korut telah lama mengalami kekurangan pangan. Panen buruk, ekonomi lemah, dan efek jangka panjang dari penutupan akibat pandemi membuat banyak warga berjuang untuk sekadar makan. Menurut Program Pangan Dunia PBB, pertanian di Korut sulit memenuhi kebutuhan karena minimnya lahan subur, pupuk, dan peralatan modern.
Akibat tekanan ini, muncul tindakan ekstrem. Bulan lalu, dilaporkan bahwa beberapa tentara yang kelaparan menjual peralatan militer untuk membeli makanan. Pada Agustus 2023, kasus pembunuhan dan kekerasan meningkat tajam, memperkuat sinyal bahwa krisis ini semakin mengancam stabilitas sosial.
“Simak Juga: Batuk Alergi vs Asma, Kenali Perbedaannya!”
This website uses cookies.