5Blogger – Review makanan negatif yang dilakukan oleh Codeblu akhirnya mendapat tanggapan dari Kementerian Perdagangan (Kemendag). Kasus ini bermula ketika food vlogger William Anderson, yang dikenal dengan nama Codeblu, mengulas makanan berupa kue yang diduga berjamur. Namun, tuduhan tersebut segera dibantah oleh perusahaan pembuat makanan tersebut.
Konten negatif dari Codeblu mengenai makanan yang diduga berjamur terus berlanjut, hingga akhirnya ia membuat video permintaan maaf yang viral di media sosial. Namun, kontroversi tidak berhenti di situ. Tuduhan baru muncul bahwa Codeblu diduga melakukan pemerasan terhadap pelaku usaha dengan meminta uang agar konten ulasan negatifnya dihapus. Beberapa sumber menyebutkan bahwa nominal yang diminta mencapai Rp 350 juta, meskipun tuduhan ini langsung dibantah oleh istri Codeblu.
“Baca Juga: Aksi Bersih-Bersih Kanal Marindal oleh Dosen Pertanian USU”
Kontroversi tersebut akhirnya menarik perhatian Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam rapat dengan Menteri Perdagangan (Mendag), Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, mengkritik Kemendag karena dianggap lalai dalam mengantisipasi dampak negatif dari maraknya konten review makanan. Mufti Anam juga menyoroti potensi penyalahgunaan oleh influencer yang memanfaatkan celah hukum untuk kepentingan pribadi, seperti melakukan pemerasan. Menurutnya, jika tidak segera ditangani, hal ini dapat mengancam kelangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia yang dapat gulung tikar akibat tuduhan tidak berdasar.
Terkait isu ini, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag, Moga Simatupang, memberikan tanggapan. Ia menegaskan bahwa kasus seperti ini sebenarnya sudah diatur dalam Undang-undang (UU) No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan aturan tersebut, penjual makanan yang dijadikan objek review oleh food vlogger masuk dalam kategori pelaku usaha. Sementara itu, food vlogger yang membeli dan mengonsumsi makanan atau minuman untuk direview dapat digolongkan sebagai konsumen, sesuai dengan Pasal 1 angka 2 UU Perlindungan Konsumen.
Kemendag menekankan pentingnya regulasi yang jelas dalam melindungi pelaku usaha dari praktik merugikan yang dapat ditimbulkan oleh konten negatif tanpa bukti yang sah. Peraturan ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara hak konsumen dan perlindungan terhadap usaha-usaha yang sah. Dengan semakin maraknya influencer di dunia digital, Kemendag berharap ada langkah-langkah preventif untuk mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan di dunia maya.
Sebagai catatan, pelaku UMKM sering kali menjadi yang paling terdampak oleh konten negatif semacam ini. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memberikan perhatian lebih pada keberlanjutan usaha mereka, serta memberikan edukasi mengenai hak dan kewajiban yang ada di dalam UU Perlindungan Konsumen. Diharapkan, dengan adanya kebijakan yang tepat, UMKM dapat terus berkembang tanpa takut akan tuduhan negatif yang tidak berdasar.
“Simak Juga: Umur Pendek pada Manusia, Faktor Apa yang Mempengaruhi?”
This website uses cookies.