5Blogger – Benediktus Hestu Cipto Handoyo, Dosen Hukum Tata Negara Universitas Atma Jaya Yogyakarta, mengkritik rencana pengesahan RUU TNI. Ia mengatakan bahwa ini merupakan langkah mundur bagi demokrasi Indonesia. Menurutnya, kebijakan ini dapat mengancam prinsip-prinsip supremasi sipil yang telah diperjuangkan sejak reformasi 1998.
Benediktus menilai pengesahan RUU TNI akan membawa Indonesia kembali ke era otoritarianisme ala Orde Baru. Ini di mana militer tidak hanya memiliki senjata tetapi juga kendali politik. “Ini bukan sekadar perubahan normatif dalam sistem pertahanan, tetapi ancaman nyata terhadap prinsip supremasi sipil yang telah diperjuangkan sejak reformasi 1998,” ujar Benediktus. Ia juga memperingatkan bahwa langkah ini berpotensi mengembalikan dominasi militer dalam kehidupan politik, yang dapat menghambat perkembangan demokrasi yang telah diperjuangkan dengan susah payah selama bertahun-tahun.
“Baca Juga: Fenomena Silent Quitting dalam Dunia Perkuliahan”
Benediktus juga mengkritik proses penyusunan RUU TNI yang terkesan tergesa-gesa. “DPR merespons dengan cepat dan menyetujui usulan RUU TNI hanya dalam lima hari, sementara sejumlah RUU yang lebih berpihak pada rakyat, seperti RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan RUU Masyarakat Adat, justru terbengkalai bertahun-tahun,” tambahnya. Ia menilai ketergesaan ini menunjukkan ketidakharmonisan dalam prioritas legislatif. Di mana kebijakan yang menyangkut kepentingan rakyat sering kali diabaikan demi kepentingan politis tertentu yang lebih mendesak.
Salah satu poin penting yang disoroti Benediktus adalah perluasan penempatan prajurit TNI dalam jabatan sipil. Menurutnya, hal ini merupakan pelanggaran terhadap Pasal 30 UUD Negara Republik Indonesia 1945. Undang-Undang ini menegaskan bahwa TNI adalah alat negara yang harus tunduk pada kebijakan politik negara dan bertugas menjaga keutuhan negara, bukan menjadi aktor politik. “Jika prajurit aktif mengisi jabatan-jabatan sipil, maka reformasi TNI yang menegaskan pemisahan antara militer dan sipil akan menjadi omong kosong,” jelas Benediktus.
Benediktus menyebut RUU TNI ini sebagai bentuk kudeta konstitusional yang dilakukan bukan dengan senjata, tetapi melalui perubahan undang-undang. Ia menilai langkah ini akan merusak fondasi demokrasi dan supremasi sipil yang telah dibangun setelah reformasi. Selain itu, juga mengancam kebebasan sipil dan membuka jalan bagi campur tangan militer dalam politik negara yang seharusnya tidak terjadi di era demokrasi modern ini.
“Simak Juga: Mitos dan Fakta Tentang Penyakit HIV-AIDS”
This website uses cookies.